Jumat, 05 September 2008

Manakah yang lebih mulia?

Beberapa waktu yang lalu, seorang teman menyodorkan sebuah buku kepadaku, tersenyum dan berkata, ”aku punya bacaan bagus untukmu”, sebuah buku tipis yang aku tahu bahwa isinya tidaklah setipis halamannya.., “aku akan meminjamnya beberapa hari jika kau mengijikannya”, “terserah kamu”, katanya, “kau boleh mengembalikannya kapan pun kau suka”, seraya memandang buku itu dan tersenyum..
Manakah yang lebih mulia? Itulah sebuah judul penggalan cerita yang mengusik pikiranku, aku memang bukanlah seseorang yang mengerti tentang agama, bahkan sangat jauh menurutku untuk dapat disebut mengerti sedikit saja tentang agama, akan tetapi cerita ini mengusikku, mendorongku untuk mengganti tulisanku yang lama dan menuliskan ini :

Dikisahkan dalam cerita ini, sepuluh orang Khawarij datang bersamaan menuju rumah Ali bin Abi Thalib, sesampainya disana mereka satu-persatu pun mengajukan pertanyaan yang sama, “manakah yang lebih mulia? Harta benda ataukah ilmu pengetahuan?”, dan inilah jawabannya :

1. Pengetahuan dan ilmu adalah warisan para Nabi, sedangkan harta kekayaan adalah warisan Fir’aun, Qarun dan semacam itu. Oleh karenanya kedudukan ilmu lebih tinggi daripada harta
2. Ilmu pengetahuan lebih mulia daripada harta, karena ilmu dapat menjaga pemiliknya, adapun harta, pemiliknyalah yang harus menjaganya.
3. Ilmu lebih mulia dari harta, karena orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas akan lebih mendatangkan teman, sedangkan orang yang banyak harta dan kekayaan cenderung lebih mendatangkan musuh.
4. Ilmu lebih mulia dari harta, karena ilmu apabila disebarkan akan bertambah-tambah, sedangkan harta apabila disebarkan akan semakin susut.
5. Ilmu lebih mulia dari harta, karena ilmu tidak dapat dicuri oleh orang, sedangkan harta dapat dicuri dan dapat pula hilang
6. Ilmu lebih mulia dari harta, karena ilmu tidak dapat binasa, sedangkan harta bisa habis, musnah karena masa dan usia.
7. Ilmu lebih mulia dari harta, karena ilmu tidak ada batasnya, sedangkan harta benda ada batasnya, dan dapat dihitung jumlahnya.
8. Ilmu lebih mulia dari harta, karena ilmu memberi sinar kebaikan, menjernihkan pikiran, memberi sinar dalam hati dan menenangkan jiwa. Sedangkan harta benda, pada umumnya membebani hati, mengacaukan pikiran dan menggelapkan jiwa.
9. Ilmu lebih mulia dari harta benda, karena orang berilmu lebih suka kepada kebajikan dan mendapat sebutan mulia, sedangkan orang berharta bisa menjadi melarat, serta cenderung kepada bakhil dan sifat tamak.
10. Ilmu lebih mulia dari harta benda, karena orang yang berilmu lebih terdorong untuk mencintai Alloh, merendahkan diri, bersifat adil, berperikemanusiaan, suka mengasihi kepada sesama, sedangkan harta benda cenderung membuat orang angkuh, membangkitkan perasaan melebihi orang lain, melahirkan sifat takabur.

Diambil dari buku :
Judul : Lelaki buta dari Surat ‘Abasa
Pengarang : Djamaluddin Ahmad al-Buny
Penerbit : Mitra Pustaka Yogyakarta, cetakan ke-2, 2002
Jumlah hal : viii + 225


Mungkin karena inilah banyak orang yang terkadang tanpa sadar berkata bahwa dengan ilmu semua (harta benda) dapat dicari. Mungkin karena inilah banyak orang berkata bahwa memiliki kelebihan harta adalah berat karena di akhir nanti, harta benda akan dihisab dua kali, darimanakah kau dapatkan hartamu? Dan kemanakah kau belanjakan hartamu?
Menyangkut dalam dunia bisnis, terkadang banyak orang berkata bahwa “untuk memulai bisnis dan sukses, anda membutuhkan modal (baca :harta/kekayaan) yang besar?” Tidakkah ia pernah melihat, bahwa begitu banyak orang di dunia ini yang memulai bisnis dari nol dan berhasil? Apakah harta yang menyebabkan ini? Tidak, premis ini gagal mengingat mereka memulainya dari nol, tanpa modal yang jika diukur dengan uang bukanlah sesuatu yang berarti…Lalu, apakah yang menyebabkan mereka sedemikian sukses? Ilmukah? Ilmu yang mana?Apa saja?
Seperti saat kita berkendara menuju suatu tujuan, dan ditengah perjalanan kita menemukan rambu “jalan ditutup!” apakah kita akan berbalik arah?membatalkan perjalanan kita? Apakah dengan adanya kenyataan itu kita tidak dapat sampai ke tujuan kita dengan selamat? Begitu banyak orang di dunia ini dalam peranan kehidupan mereka masing-masing, yang begitu dengan mudahnya berputus asa ketika menemukan bahwa hal ini (”jalan ditutup!”) datang dalam kehidupan mereka,, terkadang mereka bahkan sampai merasa bahwa Alloh telah menyempitkan kehidupan mereka dan telah menghinakan mereka.. Demi Alloh, tidakkah mereka ingat bahwa dalam kesukaran datang pula kemudahan?dan ini datang pula secara bersamaan? Bahwa dalam kesukaran datang pula kemudahan? Tidakkah mereka ingat bahwa Alloh sampai mengulang ini dua kali dalam surat yang sama?Tidakkah mereka yakin dengan janjiNya? Dan tidakkah mereka ingat bahwa Alloh tidak akan membebani seseorang hambaNya melebihi kemampuan mereka? Lalu mengapa mereka begitu cepat berputus asa? Tidakkah mereka ingat bahwa ketika ada ”jalan ditutup!”, terbuka jalan lain pula untuk menuju tujuan perjalanan kita dengan selamat??
Dalam sebuah buku yang pernah saya baca (saya lupa judul bukunya), mengisahkan tentang bagaimana cerita sebuah tanaman merambat dengan rumah dan pemiliknya. Sebuah tanaman merambat tumbuh dihalaman samping sebuah rumah, ketika sang pemilik tanaman semakin makmur, dia memutuskan untuk menutup halaman rumahnya dengan sejenis paving blok, menjumpai bahwa ada sejenis tanaman merambat dihalaman samping rumahnya, dia memutuskan untuk memotongnya dan segera menutup permukaan tanah dengan paving. Hari demi hari kemudian, dia menyadari bahwa bahwa salah satu paving di halaman samping rumahnya agak menyembul ke atas. Setelah dia dekati, amati dan membongkar salah satu paving tersebut, ia menemukan bahwa tanaman merambat yang pernah potong tersebut telah tumbuh kembali. Ia pun segera memotong tanaman itu dan mengembalikan paving tersebut ke tempatnya. Beberapa minggu kemudian, sang pemilik rumah kembali menemukan bahwa tanaman merambat itu kini telah tumbuh kembali lewat sela-sela paving yang ada tumbuh dengan bentuk yang agak lain dari biasanya. Menyadari hal itu dan merasa kasihan, sang pemilik rumah membongkar paving yang menutupi tanaman tersebut dan membiarkannya tetap tumbuh.
Pelajaran yang dapat diambil menurut saya, adalah bagaimana kuatnya keinginan tanaman tersebut untuk tumbuh dan ternyata kemudian mendapatkan jalannya (apakah kita sama dengan tanaman ataukah lebih baik?). Terkadang kita merasa bahwa bicara memang lebih mudah daripada merasakan/mengalami, akan tetapi bukankah disanalah letak keindahannya? Bukankah semua pohon tidak pernah tumbuh dari atas?, bukankah semua butuh waktu dan proses?Lalu, apakah tujuan perjalanan Anda?
- - - -
Wallaahu a’lam.

Tidak ada komentar: